Hai... Happy blogging sobat.
Membuka memori duka 26 Desember 2004, Indonesia terluka. Sepuluh tahun silam gempa diiringi tsunami memporak-porandakan Aceh. Berada di lingkaran Cincin Api Pasifik menjadikan tanah air kita rawan gempa. Kondisi geografis ini memang tak bisa disalahkan, lalu apa yang bisa kita lakukan?
Membuka memori duka 26 Desember 2004, Indonesia terluka. Sepuluh tahun silam gempa diiringi tsunami memporak-porandakan Aceh. Berada di lingkaran Cincin Api Pasifik menjadikan tanah air kita rawan gempa. Kondisi geografis ini memang tak bisa disalahkan, lalu apa yang bisa kita lakukan?
Sedikit berbagi pengalaman nih, kemarin saya berjumpa dengan teman lama. Sekarang dia sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia, dengan jurusan Teknik Arsitektur. Dari pertemuan itu, kami sedikit menyinggung masalah Konstruksi Ramah Gempa. Apa dan bagaimana penerapan konstruksi ramah gempa di daerah rawan gempa serta manfaat dari penerapan konstruksi ramah gempa tersebut. Nah, pada artikel ini kita akan membahas sedikit tentang Konstruksi Ramah Gempa.
Apa itu Konstruksi Ramah Gempa?
Mendengar kata Konstruksi, Ramah atau gempa, bahkan keseluruhannya mungkin akan memunculkan pertanyaan "Apa itu konstruksi ramah gempa?" dalam benak kalian. Banyak definisi yang akan kalian temukan di internet, ntah itu google, wikipedia ataupun situs lainnya bahkan mungkin kalian akan temukan di buku.
Konstruksi Ramah Gempa harus mempunyai kualitas yang baik, karena hendaknya tidak hanya dibangun di daerah rawan gempa. Kematian yang diakibatkan oleh gempa kebanyakan karena bahan bangunan atau konstruksi bangunan yang tidak memenuhi standar baku pembangunan. Cacat dan luka parah tertimpah bahan bangunan menambah deretan korban gempa. Setidaknya itu yang dikatakan temanku.
Ada kalimat yang menarik perhatianku, ntah siapa yang mengungkapkannya. "Earhquake did not kill people, but the bad building did it". Dimana bila diartikan dalam bahasa Indonesia "Gempa bukan bencana yang mematikan, tapi bangunan yang buruklah yang membunuh manusia."
Kalimat diatas ada benarnya juga. Data terakhir menunjukkan bahwa rata-rata setiap tahun ada 10 gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan yang cukup besar di Indonesia. Hal ini memberitahukan bahwa perlu adanya suatu perlindungan untuk mengurangi angka kematian penduduk dan kerusakan berat akibat goncangan gempa tersebut. Dengan menggunakan prinsip teknik yang benar, detail konstruksi yang baik dan praktis. Maka kemungkinan akan kerugian atas harta benda dan jiwa manusia (saudara kita) dapat dikurangi. Hmm, semakin menarik pembahasan kami dikala kopi pesanan telah hadir menemani sore hari yang dingin.
Terus bagaimana konstruksi ramah gempa itu sendiri?
Konstruksi ramah gempa harusyang dapat bertahan dari keruntuhan akibat getaran gempa, serta memiliki ke-fleksibilitas yang dapat meredam getaran tersebut. Pada dasarnya, semua itu harus memiliki struktur dan fleksibilitas peredaman yang baik.
Dilihat dari data terbaru BMKG, gempa masih terus terjadi di Indonesia baik itu sekala kecil maupun besar. Terlepas gempa bumi adalah takdir Allah SWT, namun kebanyakan korban manusia bukanlah akibat langsung dari kejadian gempa itu sendiri, melainkan akibat dari keruntuhan bangunan buatan manusia itu sendiri. Hal ini menjadikan pekerjaan rumah bagi gedung gedung tinggi tepatnya sang "profesor bangunan" (yang bertanggungjawab atas bangunan itu).
Pada 3 tahun yang lalu, Maret 2011 National Geographic Indonesia sudah menuliskan artikel mengenai Konstruksi Sarang Laba-laba (KSLL) yang mana telah terbukti dalam gempa di Aceh dan Padang dengan tak mengalami kerusakan. Di Aceh dan Padang, KSLL telah diterapkan untuk bangunan bertingkat dan tidak bertingkat. Teknologi juga terus dikembangkan dan akan digunakan untuk konstruksi bandara dan jalan. Sumber National Geographic.
Konstruksi Sarang Laba-laba adalah salah satu teknologi pondasi ramah gempa yang diciptakan putra Indonesia. KSLL termasuk ke dalam kelompok pondasi dangkal, mengingat ada juga teknologi bangunan yang menggunakan pondasi dalam; kata ahli bangunan ramah gempa Antonius Budiono.
Bagaimana, sampai disini cukup menarik bukan pembahasan kita kali ini?
ohya gaes, kata si Ari teman diskusiku kali ini. "Pengetahuan umum tentang teknik gempa seharusnya bisa menjadi mata kuliah wajib di seluruh Universitas Indonesia" apa kalian setuju gaes?? Katanya itu karena hampir seluruh wilayah negara kita tidak terlepas dari wilayah rawan gempa.
Menurut aku, itu ide cukup baik untuk direalisasikan. Tapi perlu dipertimbangkan dan didiskusikan kembali kepihak terkait, karena tidak semua mahasiswa mau menerimanya. Dan tidak semua mata kuliah berkaitan dengan prinsip gempa. Ya sudahlah, suara adzan magrib telah terdengar jelas di telingan kami. Itu berarti kami harus berpisah, dengan sebelumnya sholat berjamaah.
Pertemuan dan diskusi yang menyenangkan. Walaupun masih banyak yang ingin aku tanyakan pada nya tentang konstruksi ramah gempa.
Terakhir, aku berharap akan banyak terlahir profesor-profesor bangunan, khususnya anak muda yang lebih memperhatikan konstruksi yang ramah gempa. Sehingga bisa mengurangi dampak atau korban jiwa ketika terjadinya gempa.
Konstruksi ramah gempa harusyang dapat bertahan dari keruntuhan akibat getaran gempa, serta memiliki ke-fleksibilitas yang dapat meredam getaran tersebut. Pada dasarnya, semua itu harus memiliki struktur dan fleksibilitas peredaman yang baik.
Dilihat dari data terbaru BMKG, gempa masih terus terjadi di Indonesia baik itu sekala kecil maupun besar. Terlepas gempa bumi adalah takdir Allah SWT, namun kebanyakan korban manusia bukanlah akibat langsung dari kejadian gempa itu sendiri, melainkan akibat dari keruntuhan bangunan buatan manusia itu sendiri. Hal ini menjadikan pekerjaan rumah bagi gedung gedung tinggi tepatnya sang "profesor bangunan" (yang bertanggungjawab atas bangunan itu).
Pada 3 tahun yang lalu, Maret 2011 National Geographic Indonesia sudah menuliskan artikel mengenai Konstruksi Sarang Laba-laba (KSLL) yang mana telah terbukti dalam gempa di Aceh dan Padang dengan tak mengalami kerusakan. Di Aceh dan Padang, KSLL telah diterapkan untuk bangunan bertingkat dan tidak bertingkat. Teknologi juga terus dikembangkan dan akan digunakan untuk konstruksi bandara dan jalan. Sumber National Geographic.
Konstruksi Sarang Laba-laba adalah salah satu teknologi pondasi ramah gempa yang diciptakan putra Indonesia. KSLL termasuk ke dalam kelompok pondasi dangkal, mengingat ada juga teknologi bangunan yang menggunakan pondasi dalam; kata ahli bangunan ramah gempa Antonius Budiono.
Bagaimana, sampai disini cukup menarik bukan pembahasan kita kali ini?
ohya gaes, kata si Ari teman diskusiku kali ini. "Pengetahuan umum tentang teknik gempa seharusnya bisa menjadi mata kuliah wajib di seluruh Universitas Indonesia" apa kalian setuju gaes?? Katanya itu karena hampir seluruh wilayah negara kita tidak terlepas dari wilayah rawan gempa.
Menurut aku, itu ide cukup baik untuk direalisasikan. Tapi perlu dipertimbangkan dan didiskusikan kembali kepihak terkait, karena tidak semua mahasiswa mau menerimanya. Dan tidak semua mata kuliah berkaitan dengan prinsip gempa. Ya sudahlah, suara adzan magrib telah terdengar jelas di telingan kami. Itu berarti kami harus berpisah, dengan sebelumnya sholat berjamaah.
Pertemuan dan diskusi yang menyenangkan. Walaupun masih banyak yang ingin aku tanyakan pada nya tentang konstruksi ramah gempa.
Terakhir, aku berharap akan banyak terlahir profesor-profesor bangunan, khususnya anak muda yang lebih memperhatikan konstruksi yang ramah gempa. Sehingga bisa mengurangi dampak atau korban jiwa ketika terjadinya gempa.
#AKUPEDULIGEMPA
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
*Artikel ini diikutsertakan dalam kontes blog
*Memorial 1 Dekade Tsunami Aceh
*klik Catatan Blog untuk melihat catatan yang lain
1 komentar :
mas seorang arsitek bangnan juga kah?
Koreksi Catatan
Silahkan tinggalkan jejak kalian!!!
Gunakan Anonymous jika tidak mempunyai akun google...